AnakIslam.com – Menjaga Jati Diri dan Harga Diri. Artikel ini ditulils ulang dari elQiemahmagz, tahun 2016, yaitu berupa wejangan ayahanda kita, KH Hasan Abdullah Sahal. Wejangan yang sangat penting tentang bagaimana seharusnya seorang santri gontor Menjaga Jati Diri dan Harga Diri di masyarakat setelah lulus nanti.
Berikut wejangan beliau,
“Anak-anak Gontor itu bisa menjadi pemimpin dimana saja. Alhamdulillah dimana-mana ada anak Gontor, Alloh membuat anak Gontor tidak bisa ditinggalkan.
Ingatlah Gontor tidak terikat dengan kurikulum apapun. Mau ada kurikulum 2013, 2016 atau kurikulum plus- plus atau apapun namanya. Gontor tidak terpengaruh. Gontor memiliki kurikulum mandiri, kurikulum seumur hidup. Marilah kita bersyukur.
Sekarang ini kehidupan yang SAKRAL hanya ada di pesantren, akan sulit mencari kehidupan yang sakral diluar pesantren.karena itu alumni Gontor harus mampu membangun kehidupan yang sakral dimana saja, di sawah, di sekolah, di kantor, di rumah dan dimana saja kita berada. Kehidupan ini harus dijadikan sakral ( catatan: sakral itu artinya suci sesuai dan mengarah kepada nilai-nilai kebenaran).
Alumni Gontor harus bisa menjadi ‘mundzirul qaum’ (penganjur/pengingat umat), harus jadi orang yang ‘ya’mur wa yanha’ (mengajak/mengarahkan dan mencegah), bukan orang orang yang ‘yu’mar wa yunha’ (diperintah dan dicegah). Jadilah ‘decision maker’ (pembuat/penentu keputusan) bukan ‘decision ngekor’ (pengekor/pengikut keputusan).
Bangsa ini seharusnya kaya, tetapi sekarang bangsa ini cenderung ingin dijajah. Bangsa ini cenderung menjadi “ahli sedekah”, gunung disedekahkan, ikan laut, emas, TKI bahkan harga diri disedekahkan. Bangsa kita ingin dijajah bahkan memohon untuk dijajah kembali. Inilah bangsa kaya tapi bermental ingin dijajah, tidak pernah mandiri.
Pesantren dari dulu sampai sekarang adalah anti penjajah. Panca jiwa pondok adalah benteng-benteng yang tidak bisa diintervensi dan dijajah oleh siapapun.
Keikhlasan adalah benteng utama, orang-orang ikhlas tidak bisa diintervensi, tidak bisa dijajah. Maka di Gontor tidak ada ‘take and give’ tapi yang ada adalah ‘give, give and give’ (memberi, memberi dan memberi) in Sya Alloh ‘gain’ (mendapat).
Di dalam Al Qur’an tidak ada satupun ayat yang mengajarkan kita untuk meminta-minta, bahkan orang fakirpun tidak diperintahkan untuk meminta-minta.
Kalau memikirkan ‘take and give’ (mengambil dan memberi) berarti ada transaksi, ingatlah dalam Islam hanya dikenal dan diperbolehkan bertransaksi dengan Alloh. Karena Alloh telah ‘membeli’ orang- orang beriman dan beramal Sholeh dengan surga. (Kalau harapannya surga, mengapa masih berharap dan mengharap yang lain lagi di dunia ini???)
Kesederhanaan, prinsif itu pula yang membuat kita bertahan. Sederhana bukan berarti kita miskin. Selain sederhana kita juga berjiwa besar, berhati besar. Jiwa besar bukan Omongan besar.
Kita akan terus mengalami pergantian generasi yang kata orang generasi pertama perintis, generasi kedua pejuang, generasi ketiga penikmat dan generasi keempat perusak. Semoga di Gontor tidak begitu.
Alhamdulillah Gontor telah berdiri tegak dan tidak mengalami intervensi dari luar. Yang tidak mau mengikuti aturan pondok silahkan keluar, tidak ada intervensi dari pemerintah, dari mana-mana bahkan dari wali santri. Kalau mau membantu boleh, tapi tidak ada intervensi, kita tetap teguh dan Istiqomah walaupun harus menjadi minoritas. Lebih baik menjadi minoritas tapi masuk surga daripada menjadi mayoritas tapi masuk neraka.
Kita harus bisa menjaga jati diri dan harga diri, kita juga harus tahu diri. Maka kembangkanlah diri kita dan jagalah diri, jangan sampai ada yang menjual diri hingga pada akhirnya ia gantung diri, na’udzubillah min dzalik. karena di luar, kalian akan menemukan singa-singa kehidupan yang siap menerkam. Anak Gontor tidak boleh diam saja, bergeraklah dan lakukan apapun yang kalian bisa.”
Itulah wejangan tentang Menjaga Jati Diri dan Harga Diri yang disampaikan oleh KH Hasan Abdullah Sahal. Semoga bisa menjadi pengingat saat kita, para santri gontor, berkiprah di masyarakat sekitar kita.