Beberapa Faktor Penyebab Santri Tidak Sampai Selesai Mondok

Penyebab Santri Tidak-Selesai Mondok

AnakIslam.com – Penyebab Santri Tidak-Selesai Mondok. Tulisan yang bermanfaat bagi proses belajar santri ini ditulis oleh Kiai yang sangat saya kenal, karena dulu saya pernah menjadi tenaga pengajar di Pondok Pesantren yang diasuhnya. Beliau adalah K.H. Masruri Abd Muhit Lc, Pimpinan Pondok Pesantren Darul Istiqomah, Pakuniran, Maesan, Bondowoso.

Saat ini, selain memimpin pondok, beliau juga aktif menulis, yang sebagian tulisannya bisa dinikmati di media social, seperti Facebook, dengan akun Pondok Pesantren Darul Istiqomah.

Berikut salahsatu tulisan beliau tentang Beberapa Faktor Penyebab Santri Berhenti Di Tengah Jalan (tidak selesai belajar di Pondok),

”Maaf, tulisan saya ini tidak berdasarkan penelitian atau analisa yang detail, namun berdasarkan pengalaman dan pengamatan secara pribadi dan sifatnya umum saja.

Pengalaman dan pengamatan saya selama ini dalam meminimalisir tingkat droup out pada kalangan santri di pesantren secara umum memang tidak gampang, rata rata memang cukup tinggi dibandingkan dengan hal serupa pada sekolah sekolah biasa yang memang tingkat droup outnya sangat minim bahkan bisa jadi hampir tidak ada yang droup out.

Saat saya mengasuh sebuah pesantren alumni Gontor di kabupaten Jember sebelum saya mendirikan pesantren kita Darul Istiqomah Bondowoso ini selama 8 tahun, pada tahun tahun awal tingkat droup out atau mrotolnya hampir 30 persen sangat tinggi, karena selain faktor faktor biasa yang terjadi berupa permasalahan dalam pesantren sendiri, juga karena memang waktu itu mayoritas santri datang dari santri yang tidak lulus di Gontor sehingga tahun berikutnya banyak yang kembali ke Gontor lagi, namun pada tahun tahun sebelum saya pindah sudah menurun tingkat mrotolnya menjadi antara 10 sampai 20 persen.

Begitu juga saat saya memulai mendirikan dan mengasuh pesantren kita Darul Istiqomah, pada tahun tahun awal tingkat droup out atau mrotolnya juga tinggi setiap tahunnya sekitar 20 sampai 30 persenan, namun lama lama dan sekarang sudah menurun menjadi kurang lebih 10 persenan atau lebih sedikit.

Bahkan menurut informasi yang saya dapat tingkat droup out atau mrotolnya santri pondok modern Gontor yang sudah sangat maju dan mapan seperti itu saja setiap tahunnya juga sekitar 10 persenan.

Saya ingin mengatakan bahwa tingkat droup out di pesantren dengan hal serupa di sekolah tidak bisa dibandingkan, karena memang mungkin masuk dalam katagori alqiyas ma’al fariq, mengkiaskan sesuatu yang beda, yang itu tentu batil tidak dibenarkan. Karena sebenarnya terlalu banyak faktor yang menjadi sebab droup out di pesantren dibandingkan dengan yang ada di sekolah.

KH Masruri Abdul Muhith

Di pesantren banyak sekali faktor yang menyebabkan santri keluar atau droup out dibandingkan dengan sekolah. Di antaranya sebagai berikut.

(1) Faktor adaptasi

dari kehidupan rumah yang bisa jadi serba ada, bebas, dekat keluarga dan sebagainya ke kehidupan pesantren yang tidak semuanya ada, dibatasi oleh kedisiplinan dan aturan, fasilitas yang seadanya dan lain lain, yang semua itu tentu tidak gampang, maka tentu keluarga sebelum memasukkan putra putrinya ke pesantren perlu mulai mengenalkan dan melatih kehidupan pesantren, juga tentu fihak pesantren pada awal awal santri baru memasuki kehidupan pesantren tidak harus langsung menerapkan kehidupan pesantren tetapi dimulai secara bertahap.

(2) Faktor pergaulan

Sesama kawan yang bermacam macam dan dari banyak daerah yang berbeda, dengan bermacam karakter, yang tentu ini tidak gampang melakoninya, diperlukan kesabaran dan ketabahan serta ketangguhan dan kelapangan dada.

(3) Faktor kemampuan menyerap pelajaran di pesantren

Mengingat yang dipelajari di pesantren itu bukan hanya satu pengetahuan saja tetapi mencakup semua pengetahuan agama dan juga umum, dan tentu menyerapnya diperlukan kemampuan yang baik atau perlu ketekunan dan kesabaran ekstra. Ketidakmampuan akan menimbulkan tekanan dan tekanan akan menjadikan tidak kerasan yang ujungnya akan droup out, maka itu perlu dihadapi dengan kesabaran dan ketekunan.

(4) Faktor keluarga

Keadaan keluarga terutama keharmonisan hubungan orang tua ibu dan bapak juga sering menjadi penentu keberhasilan dan keberlangsungan anak di pondok. Yang sering saya amati banyak anak yang tidak kerasan atau bermasalah bahkan kemudian keluar pondok karena ketidakharmonisan kedua orangtuanya baik karena cerai atau kawin lagi atau yang lain.

(5) Faktor banyak hafalan di pondok

Dari hafalan hadis, mahfudzot, tafsir dan lain lain sampai muhadloroh. Hal ini sering menjadi momok bagi santri, dan yang saya alami pada awal awal saya mengasuh pesantren banyak yang mengeluhkan hafalan teks muhadloroh, solusi yang saya berikan saya suruh para pembimbing kamar untuk sama sama menghafal dengan satu suara bareng bareng. Alhamdulillah sudah jarang keluhan seperti itu setelah itu.

 

(6) Faktor ekonomi

Seperti yang kita tahu, kehidupan ini tidak ada yang abadi, termasuk ekonomi, kadang baik setabil tapi kadang kurang baik menurun, sehingga kemudian berpengaruh pada pendidikan anak yang bisa jadi kemudian berakibat pada ditariknya anak dari pesantren. Namun sebenarnya kalau mau bersabar dan berusaha akan ada solusinya, baik kemudian ekonominya membaik, atau mungkin ada solusi lain dengan dikomunikasikan dengan fihak pesantren umpamanya, biasanya ada kebijakan dari pesantren dalam hal ini atau bahkan biasanya di pesantren ada bagian sosial yang bisa meringankan hal itu, atau mungkin yang saya lihat di grup grup wali santri Gontor ada kepedulian mereka pada masalah ekonomi ini atau yang lain.

(7) Faktor pelanggaran disiplin dan aturan pondok

Hal ini juga sering menjadi sebab droup outnya santri dari pondok, karena sebenarnya disiplin dan aturan itu dibuat untuk kebaikan dan kenyamanan bersama, maka pelanggaran terhadap disiplin dan aturan harus dihindari, dan kalau terjadi pelanggaran harus diberi sangsi mulai dari yang ringan sampai sekorsing atau dikeluarkan, bila tidak akan banyak pelanggaran dan menjadi tidak baik dan tidak nyaman.

(8) Faktor Tidak Naik Kelas

Di pesantren terutama di pesantren Gontor dan alumninya termasuk pesantren kita Darul Istiqomah tidak naik klas itu suatu yang tidak asing, karena memang ujian di dalamnya dilakukan secara jujur sehingga kalau tidak mencapai angka nilai sesuai dengan norma kenaikan ya tidak bisa dinaikkan, maka setiap tahun selalu ada yang tidak naik dan ketidaknaikan itu sering menjadikan yang bernasib seperti itu tidak kembali ke pondok lagi alias droup out, padahal sebenarnya kalau tidak naik dan kembali sebenarnya itu akan menjadi nilai plus, karena dengan demikian kesabaran dan ketabahannya semakin teruji, dan dalam kenyataannya banyak yang sukses di masyarakat dari mereka yang pernah tidak naik di pondok.

(9) Faktor kesadaran santri akan tujuannya mondok atau mesantren, dan bahwa untuk mencapai tujuan dan sukses itu harus melalui proses yang tidak gampang, harus melalui perjuangan dan memerlukan pengorbanan, maka di hampir semua pesantren terutama pesantren Gontor dan alumninya ada slogan yang mengingatkan apa yang kau cari di Gontor (sesuai dengan pesantren masing-masing) ?, diadakan khutbatul ‘arsy, semacam ospek kalau di kalangan mahasiswa, sehingga santri jadi menyadari, tidak seperti kera makan manggis, orang buta meraba gajah, atau pengikut Colombus yang teriak teriak minta turun padahal kapal sedang berlayar di tengah samudra. Ketidaksadaran akan hal itu berakibat gampang menyerah untuk kemudian droup out.

Dan masih ada faktor faktor lain selain yang saya sebutkan di atas. Dengan kata lain bahwa untuk bisa menyelesaikan pendidikan sampai tamat di pesantren itu bukan suatu yang mudah, tetapi menuntut kesabaran dan ketabahan serta usaha maksimal dari semua pihak, baik pesantren dan semua stick holdernya, juga anak dan orang tuanya, terutama orang tua.

Sekali lagi, sukses dan tidak mrotolnya atau droup outnya atau putusnya santri di tengah jalan sampai tamat banyak tergantung pada kesabaran atau ketabahan serta kuatnya orang tua. Kalau kata istri saya orang tua, kuat kuatan tidak boleh kalah dengan anak, jangan semua keluhan anak diikuti, jangan bertanya pada anak yang baru di pondok, kerasan ? Pasti jawabannya tidak kerasan dengan macam macam keluhan, tapi tanya apa yang kurang ?.

Ada baiknya merenungi nasehat almukarrom KH Hasan Abdullah Sahal, salah satu pimpinan pondok Gontor, kepada para wali santri atau orang tua yang putra putrinya di pesantren, hendaknya mereka TITIP yang maksudnya Tega Ikhlas Tawakal Ikhtiar dan Pasrah. Lebih baik menangis sekarang meninggalkan anaknya di pesantren dari pada nanti menangisi anaknya karena sibuk dengan dunianya tidak ingat lagi apa lagi memikirkan akheratnya.

Sungguh sekali lagi, suatu hal yang tidak mudah dalam tataran prakteknya meminimalisir apa lagi meniadakan adanya santri yang droup out atau mrotol dan berhenti di tengah jalan seperti yang terjadi pada sekolah umum.

Semua diperlukan kerja keras, kesabaran, ketabahan, dan tahan banting dari semua, baik anak, orang tua atau fihak pesantren, itupun rasanya tidak mungkin bisa sampai pada nol persen. Menurut saya sampai pada rata rata 10 persen sudah bagus.”

Itulah tulisan yang sangat bermanfaat yang ditulis oleh seorang KH Masruri Abdul Muhith. Lc. Bagi Anda yang tertarik untuk memondokkan putra/ putri Anda ke Darus Istiqomah, bisa mengunjungi website Pondok Darul Istiqomah Bondowoso 

Pondok Pesantren Darul Istiqomah Bondowoso

You May Also Like

About the Author: admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *