AnakIslam.com – Apa Itu Air Musta’mal. Dalam konteks syariat Islam, ternyata air punya peran krusial dalam menjaga kebersihan dan kesucian. Air menurut Islam memiliki berbagai macam jenis, salah satunya air jenis musta’mal. Namun, apa sebetulnya yang dimaksud dengan jenis air musta’mal ini?
Secara umum, air musta’mal adalah air yang telah dipakai untuk bersuci, baik itu untuk wudhu, mandi wajib, atau jenis bersuci lainnya yang memerlukan penggunaan air.
Meskipun air ini masih tergolong suci secara kasat mata (fisik) yang dapat kita artikan sebagai air yang tidak tercemar oleh najis, tetapi dalam pandangan syariat air ini tidak lagi memiliki status menyucikan. Sehingga air musta’mal tidak bisa digunakan kembali untuk bersuci dalam ibadah.
Daftar Isi
Hukum Memakai Air Musta’mal
Ada beberapa pandangan ulama dari mazhab-mazhab fikih besar terkait dengan hukum menggunakan air musta’mal. Setiap mazhab memiliki pendapat yang sedikit berbeda, tergantung pada prinsip-prinsip yang mereka anut.
1. Mazhab Al-Hanafiyah
Dalam mazhab Hanafi, air musta’mal dianggap masih suci dan dapat digunakan kembali untuk bersuci jika air tersebut belum berubah sifatnya, sifatnya itu berupa warna, bau, atau rasa. Dengan catatan air tersebut tak bercampur dengan najis, air musta’mal dapat dipakai lagi untuk wudhu atau mandi junub.
Pandangan ini mengindikasikan fleksibilitas yang relatif lebih tinggi dalam menggunakan air, terutama dalam situasi di mana persediaan air sangat terbatas.
2. Mazhab Al-Hanabilah
Sementara itu dalam mazhab Hambali, air musta’mal dianggap tetap suci tetapi tidak bisa dipakai kembali untuk bersuci. Menurut pandangan Hambali, air ini sudah memenuhi syarat untuk suatu ibadah bersuci tidak bisa dipakai untuk bersuci kembali meski air tersebut masih suci secara fisik.
Jadi, air tersebut bisa digunakan untuk keperluan lain yang tidak melibatkan ibadah. Contoh keperluan lainnya yaitu mencuci barang atau keperluan sehari-hari yang tidak melibatkan acara keagamaan yang suci.
3. Mazhab Al-Malikiyah
Serupa dengan mazhab Hambali, mazhab Maliki menganggap air musta’mal tidak bisa digunakan kembali untuk bersuci. Soalnya air ini masih dianggap suci namun statusnya tidak lagi menyucikan.
Maka dari itu, air musta’mal hanya boleh digunakan untuk keperluan lain yang tidak memerlukan status suci mensucikan, seperti mencuci benda-benda di sekitar kita.
4. Mazhab Asy-Syafi’iyyah
Mazhab Syafi’i juga mempunyai pandangan bahwa air musta’mal tidak dapat digunakan lagi untuk bersuci. Sekali air digunakan untuk wudhu dan mandi wajib, air tersebut akan kehilangan status mensucikannya meski airnya masih suci dan tidak terkontaminasi najis.
Penggunaan kembali air ini untuk bersuci dianggap tidak sah dalam pandangan mazhab Syafi’i. Hadis yang sering menjadi rujukan dalam pembahasan ini yakni:
إِذَا كَانَ اَلْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ اَلْخَبَثَ
“Jika banyaknya air telah mencapai dua qullah (kulah) maka ia tidak mungkin mengandung najis.” (HR. Abu Daud, no. 63; Tirmidzi, no. 67; An-Nasai, 1:75:46; Ibnu Majah, no. 517. Hadits ini adalah hadits yang shahih. Lihat Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:36).
Apa Saja Syarat Air Musta’mal?
Supaya air bisa dikelompokkan sebagai air musta’mal, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat ini cukup penting sebab menentukan kapan air yang telah digunakan kehilangan status mensucikannya.
1. Air Masih Dalam Keadaan Sedikit
Air yang masih dalam jumlah kecil atau kurang dari dua qullah (sekitar 270 liter) lebih mudah menjadi air musta’mal selepas dipakai. Air dalam jumlah besar tak akan langsung menjadi musta’mal, kecuali jika bercampur dengan najis atau terdapat perubahan sifat.
Dalam hadis yang disebutkan tadi bahwa air yang mencapai dua qullah tidak membawa najis, sehingga air dalam jumlah besar tetap dapat digunakan untuk bersuci meskipun digunakan berulang-ulang kali, selama sifatnya tidak berubah.
2. Digunakan untuk Bersuci Wajib
Air hanya bisa dianggap musta’mal jika kita gunakan untuk bersuci yang diwajibkan, misalnya seperti wudhu atau mandi wajib. Apabila air tersebut kita gunakan untuk mencuci tangan, mencuci peralatan, atau keperluan lain yang tidak terkait ibadah bersuci, maka air tersebut tidak dianggap musta’mal.
3. Menyentuh Anggota Tubuh yang Disucikan
Air yang menjadi musta’mal harus telah menyentuh bagian tubuh yang dibasuh dalam bersuci. Misalnya air yang kita gunakan untuk membasuh wajah dalam wudhu, setelah jatuh ke wadah, akan dianggap air musta’mal. Namun, air yang tidak langsung menyentuh tubuh dalam proses bersuci tak dianggap musta’mal.
4. Tidak Tercampur Najis
Meskipun air yang digunakan telah menjadi musta’mal, air ini masih harus tetap dalam kondisi suci secara kasat mata. Namun, jika air tersebut bercampur dengan najis, maka air tersebut berubah status menjadi air mutanajis, bukan lagi musta’mal. Tentu saja air mutanajis jelas tidak boleh digunakan untuk bersuci atau ibadah lainnya.
Dapat diambil kesimpulan bahwa hukum penggunaan air musta’mal bervariasi tergantung pada mazhab yang dianut dengan pandangan dari mazhab Hanafi yang memperbolehkan penggunaan kembali air musta’mal jika kondisi tertentu terpenuhi. Sedangkan mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali umumnya melarang penggunaan kembali air musta’mal untuk bersuci (wudhu atau mandi wajib).
Dengan demikian, pengetahuan tentang air musta’mal membantu umat islam memahami aturan bersuci secara lebih mendalam sehingga ibadah yang dilakukan lebih sah dan diterima sesuai dengan tuntutan syariat.